YoonHae Moment #2 : Y (Why)

Title : Yoonhae Moment #2-Y (Why)

Author : yuridista

Genre : Romance

Casts : Im Yoona, Lee Donghae, Kwon Yuri, Tiffany Hwang, Kim Hyeoyeon, Leeteuk

Rating : AA-PG

***

“Lagu yang Anda ciptakan, Y, apakah benar ditujukan untuk Im Yoona SNSD?”

Pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang wartawan wanita dengan rambut yang dikuncir kuda sukses membuat yang ditanya menelan ludah dengan agak gugup, meski tidak terlalu kentara jika dilihat dari layar televisi. Wajahnya yang tampan merona, entah karena malu atau karena marah. Dia meraih mikrofon di meja di hadapannya, berdeham satu kali, kemudian berkata—dengan nada yang diusahakannya terdengar biasa-biasa saja, “Animnida. Lagu itu memang merupakan simbolisasi dari pengalaman cinta saya di masa lalu, tapi bukan dengan Yoona-ssi.”

“Ah, ye. Kalau begitu, Anda tidak ada masalah dengan kabar kedekatan Yoona-ssi dengan Ok Taecyeon 2PM, bukan?” Kali ini wartawan berkacamata persegi yang mengajukan pertanyaan untuk Lee Donghae, si namja tampan berjuluk King of Tears itu. Dia tersenyum tipis, berusaha tampak baik-baik saja, meski teman-teman yang duduk di kanan kirinya mungkin bisa melihatnya mengepalkan tangan di bawah meja—mulai jengah.

“Saya tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan yang ini. Jeosonghamnida,” ujarnya diplomatis.

“Geuraeyo? Waeyo?” Si wartawan berkacamata rupanya masih betah ‘menyerang’ Donghae dengan pertanyaan yang menyangkut hubungannya dengan Im Yoona, member girlband SNSD yang kini sedang ribut dibicarakan punya hubungan istimewa dengannya.

“Maaf—tapi saya rasa pertanyaan untuk Donghae-ssi sudah cukup.“ Donghae bisa mendengar suara leadernya, Leeteuk, berbicara dengan nada tegas dari samping kirinya.

Donghae menoleh menatap hyung tertuanya dan menggelengkan kepalanya sekali. “Gwenchana, Hyung. Aku akan menjawabnya,” tukasnya datar, kemudian memalingkan wajahnya dan kembali menatap puluhan kamera yang sejak tadi tidak berhenti berkedip-kedip di hadapannya, berebut mendapatkan gambarnya.

“Maaf, bisa Anda ulangi pertanyaan Anda tadi?” tanyanya pada si wartawan berkacamata, susah payah menjaga intonasi suaranya agar tetap terdengar tanpa emosi.

Si wartawan menganggukkan kepalanya dan menyahut, “Ye, ye. Saya tadi bertanya, kenapa Anda mengatakan bahwa Anda tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan mengenai kedekatan Yoona-ssi dan Taecyeon-ssi? Bukankah Anda dan Yoona-ssi dikenal memiliki hubungan yang cukup dekat? Bukan begitu, Donghae-ssi?”

Donghae menghela nafas, sengaja mengulur waktu beberapa detik sebelum membuka mulutnya untuk menjawab. Mianhaeyo, Yoong. Kumohon mengertilah keadaanku, batinnya getir. Pada akhirnya, dengan suara kecil dia menjawab, “Anieyo. Soalnya, Im Yoona bukan siapa-siapa saya.”

***

Sementara itu, beberapa menit sebelumnya di dorm SNSD…

“Yoong—kemari! Kau tidak mau lihat oppamu?” Yuri melongokkan kepalanya ke arah dapur, berbicara dengan Yoona yang sepertinya sedang sibuk membuat coklat panas untuk dirinya sendiri, seperti biasa.

“Huh. Shieroyo. Paling-paling dia akan ditanyai tentang aku lagi. Bosan aku kalau dengar soal itu,” sahut Yoona dengan nada jengkel, tapi toh tetap berjalan mendekat ke arah Yuri dan ikut mengenyakkan diri di sofa di sampingnya.

Yuri meringis. “Capek, eh? Kasihan juga Donghae-oppa kalau setiap ada press-conference dikeroyok begitu,” komentarnya, kini sibuk memandangi layar televisi yang bergantian menampilkan wajah-wajah member Super Junior yang tampan namun tampak kelelahan.

Yoona mengangguk dari atas cangkir coklat panasnya. “Tentu saja. Aku saja capek melihatnya. Tapi salah dia sendiri, pakai membuat lagu seperti itu segala. Sekarang jadi dia yang repot, kan?”

Yuri menjitak pelan kepala dongsaengnya. “Paboya. Kau ini bukannya ikut bersimpati padanya malah menyalahkannya seperti itu. Lagu itu hanya salah satu caranya untuk menuangkan perasaannya, kau tahu?” tukasnya gemas.

Yoona mencibir. “Kok jadi aku yang Eonni bilang bodoh? Ish,” protesnya tidak terima.

Tapi Yuri tidak menyahut lagi, karena sekarang rupanya layar televisi sudah menayangkan gambar close-up wajah namja yang sejak tadi sibuk dibicarakannya bersama Yoona, dan dia tahu bahwa walaupun dongsaengnya yang kekanakkan itu tampak tidak peduli pada Donghae, sebenarnya Yoona justru sangat mencemaskan keadaan namjachingunya itu, terlebih karena akhir-akhir ini gosip tentang mereka berdua semakin memanas, hingga dia tidak perlu bertanya dua kali untuk memastikan apakah Yoona benar-benar tidak mau melihat wajah Donghae atau tidak.

“Lagu yang Anda ciptakan, Y, apakah benar ditujukan untuk Im Yoona SNSD?”

Pertanyaan itu entah kenapa agak membuat Yuri tertegun, dan ketika detik berikutnya dia melirik Yoona, gadis dengan kening lebar itu tampak acuh-tak-acuh memandang layar televisi di hadapannya, sambil sesekali menyesap coklat panasnya.

“Animnida. Lagu itu memang merupakan simbolisasi dari pengalaman cinta saya di masa lalu, tapi bukan dengan Yoona-ssi.”

Yuri menolehkan lagi kepalanya ke arah televisi saat didengarnya suara khas Lee Donghae menjawab pertanyaan yang menurutnya cukup sensitif barusan, herannya dengan ekspresi yang bisa dibilang mati rasa. “Oho. Pembohong ulung rupanya,” komentarnya, setengah takjub setengah mencela.

“Aku yang menyuruhnya bilang begitu, Eonni,” Yoona berujar, masih dengan nada bosan yang sama. “Alasan keamanan, kau tahu?” Dia menambahkan dengan ringan, seolah mereka bukan sedang membicarakan urusan cinta yang serumit itu.

Yuri tidak menanggapi, dan memilih untuk kembali fokus menatap gambar bergerak berjarak lima meter di hadapannya dan Yoona.

“Ah, ye. Kalau begitu, Anda tidak ada masalah dengan kabar kedekatan Yoona-ssi dengan Ok Taecyeon 2PM, bukan?”

Yoona mendengus keras di samping Yuri, dan entah bagaimana kini Tiffany dan Hyoyeon sudah bergabung dengan mereka, duduk di kedua lengan sofa, mengapit Yuri dan Yoona di tengah-tengah.

“Selalu ingin tahu jawabannya soal ini,” gumam Tiff sambil lalu, yang ditanggapi Yoona dengan dengusan untuk kedua kalinya.

“Saya tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan yang ini. Jeosonghamnida.”

Ketiga gadis di sepanjang sofa melenguh kecewa mendengar jawaban Donghae yang diplomatis barusan. Kecuali Yoona yang terkikik kecil, Yuri, Tiff, dan Hyo memutar bola mata mereka nyaris bersamaan, sepertinya sama-sama menganggap bahwa Yoona adalah gadis yang kelewat aneh karena sudah jatuh hati pada namja ‘cari aman’ macam Lee Donghae.

“Harusnya dia menyuruh wartawan itu tutup mulut sekalian!” sembur Hyo pada layar tivi yang tidak bersalah, dan Yoong tertawa dibuatnya.

“Jangan salahkan Hae-oppa, Eonni. Kami sudah sepakat soal semua ini.” Yoona berkata kalem, namun diam-diam menyimpan keinginannya melihat namjachingunya menunjukkan kecemburuannya di depan publik dengan kata-kata semacam ‘yang benar saja, aku jauh lebih tampan dari Ok Taecyeon’ atau ‘dia boleh saja lebih berotot, tapi Yoona sudah memilihku’. Dan karena sudah berpikir begitu, dia mengutuk pelan dirinya sendiri.

“…… Saya tadi bertanya, kenapa Anda mengatakan bahwa Anda tidak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan mengenai kedekatan Yoona-ssi dan Taecyeon-ssi? Bukankah Anda dan Yoona-ssi dikenal memiliki hubungan yang cukup dekat? Bukan begitu, Donghae-ssi?”

Yoong menoleh cepat mendengar pertanyaan barusan. Eh? Pertanyaannya kok jadi menyudutkan begini? pikirnya kaget.

“Tuh, kan, dia mati kutu.” Tiff nyeletuk di sampingnya, kedengarannya agak berpuas diri.

“Lihat wajahnya. Parah, eh?” komentar Hyo, yang langsung diamini oleh Yuri dan Tiff.

Yoong menatap layar, dan memang melihat Hae memandangnya balik dengan tatapan merana dari dalam kotak persegi di hadapannya. Waeyo, Oppa? Apa kau tidak punya jawabannya? dia membatin, tiba-tiba merasa cemas.

“’Kenapa’ selalu menjadi kartu mati para wartawan. Dan Hae-oppa sudah menolak bantuan Jungsoo-oppa, sayang sekali…” Yuri menggeleng-geleng prihatin, sesekali melirik Yoong yang masih terpana menatap tivi dengan cangkir coklat panas menggantung di tangannya.

Sedetik berlalu. Dan Yoona bisa melihat Hae menarik nafas perlahan dari hidungnya sebelum menghembuskannya dan membuka mulutnya. “Anni. Soalnya, Im Yoona bukan siapa-siapa saya.”

Deg! Yoona bisa merasakan jantungnya mencelos mendengar jawaban namjachingunya barusan. Im Yoona—bukan siapa-siapa? Dia…yeojachingunya sendiri—tidak dianggap? Oh, jadi begitu rupanya, batinnya getir.

“Kelewatan,” desis Yuri di sampingnya seraya mematikan televisi, dan dia bisa merasakan Tiff meremas bahu kirinya dan Hyo buru-buru mendekat padanya, membelai kepalanya.

“Wartawan itu konyol, Yoong. Lupakan, dan jangan biarkan dirimu jadi sinting karenanya,” kata Hyo pelan namun tegas.

Yuri mengangguk mengiyakan. “Hae-oppa hanya ingin melindungimu, kau tahu. Melindungi kalian,” timpalnya membujuk, namun ekspresi wajah Yoona masih membatu.

“Dia payah, memang. Tapi tetap saja, dia tidak punya pilihan, Yoong. Kau lihat sendiri bagaimana wajahnya tadi. Jalan buntu, menurutku.” Kali ini Tiff yang bicara, berkata tanpa tedeng aling-aling seperti yang selalu dilakukannya.

Yoona tidak menyahuti salah satu dari mereka dan malah memilih untuk bangkit dari duduknya dengan ekspresi kaku masih terpeta di wajahnya. “Coklatnya habis,” gumamnya, mengangkat sekilas cangkir kesayangannya tanpa memandang wajah eonnideulnya. “Waktunya tidur,” tambahnya, dan secepat kilat langsung beranjak meninggalkan ruang santai dormnya untuk menuju kamar tidurnya, mengabaikan tatapan bertanya-tanya bercampur iba yang dilemparkan ketiga eonninya padanya.

***

1 new message

Sender : -the fishy one-

Yoong~

Aku tahu kau di sana. Please, buka pintumu untukku. Oke?

Yoona memutar bola matanya usai membaca pesan singkat itu. Sudah dua hari sejak kejadian press-conference yang membuat kepalanya nyaris meledak waktu itu, tapi kemarahannya pada Hae-nya masih belum mereda. Maksudnya, sudah, sih. Tapi sedikit. Dan sebenarnya Yoona sedang tidak ingin melihat wajah tampan namjachingunya ataupun mendengar suaranya setidaknya untuk seminggu ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

angkat teleponnya, angkat teleponnya~

Ponsel Yoona berdering dalam bentuk suara Lee Donghae yang telah dimodifikasi sementara dia tenggelam dalam kejengkelannya, hingga membuat usahanya untuk meredam kemarahannya jadi dua kali lipat lebih besar, terlebih ketika melihat tulisan –the fishy one- tertera di layar touchscreen ponselnya saat dia meraih benda itu dari kasurnya.

“Hmmm.” Yoona menggumam malas setelah memutuskan untuk mengangkat telepon itu pada dering kelima.

“Aku di bawah.” Donghae menyahut riang, mengabaikan sambutan dingin yeojachingunya.

“Lalu?” ujar Yoona datar.

“Bukakan pintunya, please? Ada pizza kesukaanmu, dengan nanas.”

Di ranjangnya, Yoona mencebik bosan. “Kau tidak baca majalah? Pizza favoritku bukan dengan nanas lagi,” jawabnya asal.

Di seberang, Donghae terkekeh pelan. “Ah—geurae? Kalau begitu biarkan aku menemanimu mengenang masa lalu saat kau masih menyukai pizza pepperoni dengan nanas. Otteyo?”

“Aku tidak suka masa lalu. Membuatku sakit hati,” tukas Yoona tajam, dan dia bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah Donghae jika dia sampai mengucapkan kata-kata ini langsung di depan mukanya.

Untuk beberapa detik, Donghae tidak mengatakan apa-apa. “Oke, oke. Aku tahu aku salah, dan aku minta maaf. Tapi bukankah kita sudah sering perang mulut gara-gara ini? Kau harusnya tahu kan, siapa yang akan menang pada akhirnya?” katanya, kali ini dengan nada merayu yang kentara. Plus, intonasi-intonasi jahil di dalamnya.

Dasar besar mulut! maki Yoona dalam hati. Tukang rayu! Bodoh! Menyebalkan! racaunya, tapi tetap dalam hati. Untuk sesaat dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri kenapa dia tidak menyuarakan isi hatinya sekalian saja pada namja di seberang telepon ini, tapi entah kenapa dia tidak bisa menemukan jawabannya.

“Yoong? Kau masih di sana, kan?” tegur Donghae, membuat Yoona agak terkesiap karena kaget.

“Aku belum berubah pikiran. Aku masih marah,” tukasnya, mendendangkan kejengkelannya setegas mungkin.

Donghae menghela nafas satu kali sebelum menyahut, “Dengar—sebaiknya biarkan aku masuk dulu dan setelah itu kau boleh memakiku sepuasnya. Ini musim dingin, Yoong—aku sudah hampir membeku di sini.”

Yoona berdecak. “Jangan merajuk. Salahmu sendiri datang tanpa diundang,” tukasnya keras kepala, tapi diam-diam dia beranjak keluar dari kamarnya yang ditempatinya bersama Yuri dan turun ke lantai bawah—yang rupanya kosong melompong. Ke mana semua orang? pikirnya heran.

Yoona sedang berjalan menuju kulkas saat didengarnya Hae berujar lagi, “Aku bisa menelepon Taeng kalau kau tetap tidak mau membukakan pintu untukku. Atau Yuri?”

“Telepon eonni?” gumam Yoona agak bingung karena dia sedang sibuk membaca pesan di kertas post-it yang ditempel di pintu kulkas—pesan Taeyeon untuknya. Selesaikan urusanmu dengan Hae-oppa. Jangan sampai dia menggangguku lagi malam ini. Arra? Begitu bunyi pesan singkat itu.

Kening gadis itu berkerut. “Oppa? Kau tahu ke mana semua eonniku pergi?” tanya Yoona kemudian, kali ini dengan nada menuduh yang kentara.

Donghae tertawa, pelan namun lama. “Aku ketahuan. Makanya, bukakan pintumu sekarang juga. Kalau tidak aku terpaksa menelepon salah satu dari mereka untuk datang kemari dan memberiku bantuan lebih. Kau tentunya tidak merasa itu perlu dilakukan, kan?”

Yoona memutar bola matanya dengan jengkel. “Kau mengancam?” katanya, kali ini seraya melangkah setengah hati menuju pintu depan dormnya.

Tawa Hae terdengar lagi. “Kalau kau menganggapnya begitu,” jawabnya tanpa merasa bersalah.

Yoona mendengus, kemudian meraih knop pintu dan memutarnya. Dan di sanalah dia, berdiri dengan satu tangan memegang kardus pizza dan tangan yang lain menggenggam ponsel yang ditempelkan ke telinganya, Lee Donghae tampak luar biasa tampan meski matanya yang selalu tampak tersenyum itu tertutup oleh kacamata ray-ban hitam yang dikenakannya. Yoona sudah akan menjatuhkan ponsel di genggamannya kalau saja dia tidak ingat bahwa namja di hadapannya inilah yang senyumnya di layar televisi dua hari yang lalu justru telah membuatnya marah sampai nyaris mati rasa.

Hae melepas kacamatanya. “Kau tidak rindu padaku?” tanya Hae seraya memamerkan senyum melumerkannya.

Yoona menelan ludah secara otomatis. “Er—ti…dak,” jawabnya, menyesali betapa mudahnya dia jatuh dalam pesona namjachingunya ini.

Donghae nyengir, kemudian nyelonong masuk melewati Yoona begitu saja, seakan sudah sejak tadi dia dipersilakan masuk oleh gadisnya itu. “Benar tidak ada orang?” tanyanya lagi, melongokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, seakan ingin memastikan bahwa semua member SNSD sudah berhasil dipaksanya keluar rumah sejak tadi pagi.

Yoona menutup pintu dengan suara keras kemudian berjalan melewati Donghae sambil bersuara, “Kau yang membuat mereka pergi, kenapa masih bertanya padaku?”

Hae meringis. “O. Kau benar,” ujarnya, kemudian melangkah mendekati Yoona yang sudah duduk di sofa dan ikut mengenyakkan diri di sampingnya. “Pizza?” tawarnya, mengangkat sebelah tangannya yang masih menenteng kardus pizza.

Yoona hanya mengedikkan bahunya sekilas, tapi Hae sudah tahu apa maksudnya. Dibukanya kardus pizza itu sambil berkata, “Sebenarnya aku membaca majalah itu, kau tahu—yang ada soal pizzanya. Kau bilang kau suka pizza tuna, tapi aku yakin kau tidak benar-benar serius saat mengatakannya. Aku tahu segala hal tentangmu, Yoong. Aku tidak pernah melewatkan satu pun.” Lalu diberikannya sepotong pizza pepperoni dengan nanas pada Yoona yang masih betah memasang ekspresi aku-ini-sedang-marah-jadi-tidak-ada-gunanya-kau-merayuku-sekarang di sampingnya.

“Dan kau masih berani bilang kalau aku bukan siapa-siapamu. Yeah, kau memang sangat tahu segala hal tentangku, Oppa,” sindir Yoona, kemudian memasukkan sepotong besar pizza ke dalam mulutnya yang kecil.

Hae mendesah, hingga raut wajahnya yang sudah terlihat lelah jadi tampak semakin pucat lagi. “Mianhae. Aku tidak punya pilihan lain. Aku tidak bisa menjadikan jawabanku sebagai sebuah lelucon seperti yang mungkin akan dilakukan Teuki-hyung atau Shindong-hyung, atau bahkan Hyukjae sekalipun. Dan aku sudah memberimu pandangan itu. Ku kira dengan begitu kau mungkin akan bisa melihat isi hatiku,” katanya panjang lebar.

Alis Yoona terangkat sebelah. “Pandangan itu apa, sih? Aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan, Oppa.”

“Jadi kau tidak lihat saat aku menatap ke layar dengan pandangan memohon sebelum menjawab pertanyaan bodoh itu? Kau tidak lihat bagaimana wajahku saat itu?” tuntut Hae gusar. Dia membelalakkan matanya ke arah Yoona, tampak sakit hati.

Yoona menggaruk tengkuknya, salah tingkah. “Aku….eh—kurasa memang tidak,” jawabnya, akhirnya mengakui.

Hae mendesah lagi. “Kalau begitu sebenarnya aku lah yang pantas marah, dan bukan sebaliknya.”

Yoona makin merasa tidak enak. Dipandanginya namjachingunya yang tampak sangat capek itu dengan tatapan meminta maaf, berharap dia akan luluh seperti biasa. “Mianhae, Oppa. Aku tidak tahu kalau waktu itu kau sedang mencoba bicara padaku. Maksudku, apa kau benar-benar berpikir aku sedang melihatmu saat itu?” ucapnya kemudian.

“Ne,” jawab Hae singkat. Dia balik menatap Yoona dengan pandangan sedih. “Aku pikir kau juga selalu melihatku, seperti apa yang selalu aku lakukan padamu.”

Yoona tertegun sejenak mendengar kata-kata Hae barusan. Untuk beberapa detik dia tidak tahu harus menjawab apa, tapi kemudian didekatkannya wajahnya ke arah Hae dan disentuhnya kedua pipi namjanya itu dengan lembut. “Oppa…mianhae. Maafkan aku,” ucapnya pelan,”Aku memang bodoh dan menyebalkan. Tapi kadang-kadang orang hanya bisa memercayai apa yang dirasakannya, bukan apa yang dilihat atau didengarnya.”

Donghae mengangkat alisnya mendengar perkataan Yoona. “Jadi kau merasa aku tidak benar-benar tulus padamu? Kau meragukan aku, ya?”

Yoona menurunkan tangannya dari pipi Donghae seraya menggeleng cepat. “Tidak, tidak. Hanya saja…kadang-kadang aku kepengin mendengarmu bilang cinta padaku di depan semua orang, seperti di film-film itu. Aku ingin kau membuat pengakuan yang memalukan tapi juga sekaligus romantis.” Yoona menjawab dengan suara kecil. “Aku tahu aku mungkin sangat egois, tapi sebenarnya itulah keinginan terbesarku…”

Donghae terdiam, cukup lama, tapi kemudian memamerkan senyumnya yang paling manis pada gadis di hadapannya. “Jadi ini yang diinginkan gadisku yang pemarah selama ini? Pengakuan cinta memalukan di depan semua orang?” tanya Hae dengan tampang geli, tapi nada suaranya melembut.

Yoona mengangguk malu-malu. “Aku konyol, ya, Oppa?” Dia balik bertanya.

“Anni. Kau samasekali tidak konyol. Tapi jujur saja, itu mungkin agak sulit dilakukan. Mengingat semuanya…” ujar Donghae seraya mengulurkan tangan untuk menyingkirkan poni Yoona ke balik telinga.

“Itu memang rumit.” Yoona menambahkan, menyetujui perkataan namjanya.

“Tapi bukan berarti mustahil,” kata Donghae, yang langsung membuat mata Yoona membulat ingin tahu.

“Apa kau akan melakukannya untukku?” tanyanya, tidak bisa menyembunyikan nada penuh harap dalam suaranya.

Donghae mengangkat bahu. “Kau besok akan ke Jepang, kan?” Tiba-tiba saja namja itu sudah mengalihkan pembicaraan.

Yoona memberengut kecewa. “Ne. Tiga hari. Aku tahu kau juga harus tampil di mana-mana di Seoul. Tidak ada sepersenpun kemungkinan untuk menyelinap sebentar,” katanya muram, tidak menyukai fakta bahwa dia tidak akan bisa bertemu Donghae selama tiga hari berturut-turut sekaligus kecewa karena pertanyaannya tidak dijawab oleh kekasihnya itu.

Donghae tertawa, kemudian mengecup singkat kening Yoona. “Bersemangatlah, gadis manja. Eonni-eonnimu akan segera pulang dan kalian mungkin harus mulai berkemas hari ini juga. Kau tahu aku selalu menyukai senyummu. Jadi pastikan aku akan melihatnya saat menonton tivi besok atau lusa.”

“Eh? Kau akan pergi sekarang?” seru Yoona agak kaget.

Donghae mengangguk. “Kami harus tampil di KBS malam ini. Aku mungkin sudah terlambat untuk gladi bersih. Jadi lebih baik aku pergi sekarang,” jawabnya seraya melirik sekilas arlojinya.

“Tapi, kan, kau baru sebentar di sini. Pizzanya bahkan belum habis,” rajuk Yoona tidak rela.

“Aku tahu kau bisa mengatasi masalah pizzanya, Yoongie~” ujar Hae setengah bercanda.

“Oppaaa~” Yoona masih memaksa.

“Aku janji akan meneleponmu secepatnya,” hibur Donghae, kemudian mengulurkan lengannya untuk memeluk Yoona. “Sampaikan salamku pada Taeyeon dan Yuri. Ah, ya, dan Hyun juga. Katakan padanya dia sebaiknya menelepon Yonghwa secepatnya. Dan suruh Miyoung cepat-cepat mencari pacar,” tambah Donghae seraya melepaskan pelukannya.

Yoona meringis mendengar ucapan Donghae. “Fany-eonni pasti akan membunuhmu kalau aku bilang kau yang menyuruhnya cepat-cepat mencari pacar, Oppa,” katanya dengan nada serius, tapi wajahnya menunjukkan ekspresi jahil.

Donghae menyeringai. “Kalau begitu apa kau akan membiarkannya membunuhku begitu saja?” candanya.

Yoona berdecak. “Paboya,” balasnya.

Donghae tertawa. “Aku memang bodoh, tapi aku mencintaimu. Jadi, ijinkan aku pergi, ya?”

“Pergilah, pergilah. Tapi kau harus janji akan sering-sering menelepon. Aku benci mengkhawatirkanmu,” ujar Yoona

Donghae mengangguk kemudian beranjak ke arah pintu sambil tetap menggandeng tangan Yoona. “Percayalah padaku, kita akan selalu baik-baik saja,” ucap Hae, lalu mengecup lembut puncak kepala kekasihnya.

Yoona tersenyum. “Aku tahu, Oppa. Aku percaya padamu,” bisiknya.

Donghae membalas senyum itu kemudian benar-benar berlalu. Untuk kesekian kalinya, dia akan sangat merindukan Yoona, sepertinya.

DING!

87 pemikiran pada “YoonHae Moment #2 : Y (Why)

    1. same here chinguya~
      nggak tahu. aku rada ragu pas tau hae mau ikut WGM, cuman aku nemu fakta kalo Eunso sama Yoona udah kenal lama, jadi yakin lagi, kayak di Yoonhae Moment #3 ku *malah promo*
      eniwei, makasih udah mampir dan komen 🙂
      ditunggu komen2 selanjutnya 🙂

  1. “Aku benci mengkhawatirkanmu” asdfghjkl kyaaaa >< yoonhae yoonhae yoonhae always daebak. yh is real!! aih, pdhl aku mengharapkan seokyu juga ada kkk

  2. yang ke 2 g kalah kereen ma yg pertama..
    yoonhaenya so sweet……

    lanjut yang ke 3…..
    *sepertinya borongan koment cuz baru nemu blognya cinguu….:)

  3. benar kata de, karena untuk perempuan biasanya hati mengalahkan logika 🙂 kata’nya bermakna 🙂 bukan cuma sekadar cerita tanpa makna 🙂 ding 🙂

  4. gimana yea ngomongnya, ini tuh karakter mereka banget yea, , , hehehehe..
    mereka selalu bikin iri, beneran deh… dan yoona selalu kalah sama ketampanan kekasihnya, itu makanya dia ga bisa marah lama-lama..

  5. keke,, andaikan itu terjadi beneran, baca ff sambil imajinasi gmn wajah yoona saat marah,, 🙂
    keren thor ffnya,, teruslah buat ff YOONHAE ya #maunya 😉

  6. yoona gx peka,tp bner jg sih pst ad rsa skit ktka pcar sndri blng “im yoona bkan siapa2 sya” mris bnget..

  7. Mmng sih..”kenapa” it krtu mati dr netizen buat artisny..mnybalkn jd neti yg suka cri tau mslh prbadi orng..
    Tp lucu aj..yg awalny yoona yg mrah jd hae yg ksal hehe

  8. eonni daebak *_*
    mntap bget . . .
    Taeyeon ma eonnideul dkung bget klw mrka blikan. . .
    Hahaha . . .
    KEREN ^_~
    konflik.xa cman bntar tapi tetap bgus koq

  9. Wihihi.. Mereka (YH) kalau lagi cemburu satu sma lain,pasti ngerajuk.. Ini bikin orng yg baca envy sendiri ya 😀

Tinggalkan Balasan ke tri wookie rianty Batalkan balasan