Untukmu, Lelakiku: Bagian Duapuluh Lima

picture cr. yuridistapp

***

Hai, Lelakiku.

Maaf, aku belum sempat menulis lagi sejak lebih dari setahun lalu. Ada banyak hal yang terjadi sejak terakhir kali aku menyapamu dan ya, meskipun hari ini tidak bisa dikatakan spesial, tetapi aku tetap ingin berbicara lagi denganmu. Kuharap kau belum bosan, ya? Ah, tidak, maksudku kau boleh saja bosan, tetapi kau harus tetap mendengarkan. Curang, eh?

Ngomong-ngomong, aku ingat, suatu hari, mungkin pada satu atau hampir dua tahun lalu, aku pernah menuliskan ini:

Rasanya menakjubkan ketika kau bertemu dengan seseorang yang kau pikir akan melengkapimu dengan begitu mudahnya, begitu pasnya — seperti ketika kau mengaitkan kesepuluh jemari tanganmu, namun di saat yang bersamaan kau juga merasa seperti sedang bercermin, seperti sedang melihat dirimu sendiri ketika dia berbicara tentang dirinya, dan di dalam hatimu sana, kau cuma bisa bilang “wow”.

Kau mungkin akan mengira dirimu sendiri sudah gila, karena logikanya, bagaimana orang lain bisa melengkapimu kalau dia sendiri begitu mirip denganmu? Namun, kau tahu logika menjadi tak penting lagi ketika kau melihat orang itu berdiri di hadapanmu. Tersenyum. Nyata, senyata detak jantungmu.

Kau mungkin akan merasa jadi orang yang paling beruntung di seluruh dunia, karena telah dipertemukan dengannya secepat ini, dengan orang asing yang pada kenyataannya terasa sangat familiar untukmu. Kemudian, kau akan bertanya sebuah hal kepada Tuhanmu: diakah orang yang kau janjikan itu?

Dan hingga hari ini, aku masih mengagumi bagaimana cara Tuhan bekerja. Dia dengan mudahnya mengubah dua orang yang samasekali asing menjadi sahabat terbaik bagi satu sama lain. Aku tidak pernah membayangkan akan mengenal seseorang yang bisa dengan begitu mudahnya membuatku percaya, mengabaikan segala aturan main mengenai kepercayaan dan tingkat hubungan antar manusia yang aku terapkan di dalam hidupku. Orang ini, si manusia asing ini, menjadi anomali yang masuk ke dalam buku ceritaku.

Dia memenuhi tiga dari empat kriteria dangkalku tentang pasangan ideal, namun memiliki jauh lebih banyak daripada itu. Dia menjengkelkanku lebih daripada manusia lain yang pernah aku kenal, namun selalu memperlakukanku dengan luar biasa istimewa. Dia itu bentuk ketakutan dan kekhawatiranku yang paling nyata, namun matanya menuntunku kepada jalan pulang yang teraman. Tidak semua yang aku cari ada pada dirinya, namun entah kenapa, aku tahu ini waktunya berhenti. Aku tidak menginginkan apa-apa lagi. Pun jika aku ingin berpetualang lagi, aku tahu aku akan melakukannya dengan dia. Sekali lagi, betapa magisnya cara Tuhan bekerja, hingga pertanyaan pada akhirnya akan menemui jawabannya masing-masing.

Lelakiku, jika di suratku kemarin dan kepada Tuhanku aku sempat membariskan satu pertanyaan: diakah kamu?, maka kali ini aku siap menjawab: dia adalah kamu.

Jadi, apakah kau siap memulai petualangan hebat denganku?

 

Bismillahirrahmanirrahim.

Dari aku, orang asing yang akan menjadi kawan hidupmu,

 

Wanitamu.

 

2 pemikiran pada “Untukmu, Lelakiku: Bagian Duapuluh Lima

Tinggalkan komentar